KOMPAS.com - Ranking bukan satu-satunya jaminan kesuksesan masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) impian. Inilah yang dibuktikan oleh Siswi SMK bernama Annisa Shava Azzahra.
Merangkum laman Zenius Education, Annisa berhasil diterima di jurusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia meski saat SMK ia mendapat nilai jeblok dan dapat peringkat ke-33 di kelas dari 38 siswa.
Annisa bercerita, sejak SD dan SMP dirinya adalah anak yang cukup pintar di kelas. Namun, Annisa menganggap kepintaran itu hanya sekadar karena ia rajin menghafal pelajaran.
Hingga saat duduk di bangku SMK, ia masih tidak menemukan alasan mengapa ia harus belajar dan apa gunanya pelajaran yang ia pelajari bagi kehidupannya.
Baca juga: Kalender Akademik SMA 2021-2022: Hari Libur, Jadwal Ujian, Seleksi PTN
Kala itu, yang ada dipikirkan Annisa hanyalah aktif di kegiatan OSIS, lulus, lalu bekerja.
"Yang saya pikirkan hanya OSIS, lulus, kerja. Toh, ilmu-ilmu lain selain kejuruan tidak begitu penting. Hasilnya ranking saya jeblok. Saya berada di posisi peringkat 33 dari 38 siswa di kelas," paparnya di laman Instagram Zenius Education.
Memasuki kelas 12, masa depan mulai jadi kekhawatiran Annisa.
"Memasuki kelas 12, saya makin dihantui oleh masa depan mau jadi apa saya?" lanjut dia.
Ia lantas mencari rekomendasi tempat belajar selain di sekolah.
Baca juga: BCA Buka Beasiswa 2022 Lulusan SMA/SMK, Kuliah Gratis dan Uang Saku
Dengan pertimbangan dapat belajar kapan dan di mana saja, tanpa terbatas waktu seperti sekolah, maka Annisa memilih platform pembelajaran online. Pilihannya pun jatuh pada Zenius.
Sejak saat itu pula, ia pun menemukan fakta bahwa suatu cabang ilmu bukanlah hal sepele yang tidak penting hanya karena tidak masuk ke dalam wawancara kerja.
"Tentang kenyataan bahwa satu ilmu saling berkaitan satu sama lain, Tentang betapa pentingnya konsep diri. Tentang berani bermimpi," jelasnya.
Kesadaran itulah yang membuat Annisa teguh pada pendirian untuk masuk Universitas Indonesia ( UI) dengan segala pertimbangan personal.
"UI harga mati," katanya.
Sebagai upaya menguasai mata pelajaran sebagai jalan masuk UI, Annisa memutuskan untuk gap year selama dua tahun (2019-2021).
Baca juga: Siswa SMA-SMK, Ini Mata Pelajaran yang Diperhitungkan di SNMPTN
Sebagai informasi, gap year adalah menunda untuk kuliah, bisanya selama 1 tahun ajaran.
sejumlah penelitian menunjukkan dampak positif terhadap mahasiswa yang mengambil gap year. Di Australia dan Inggris misalnya, para peneliti menemukan bahwa mengambil gap year memiliki dampak positif yang signifikan terhadap prestasi akademis siswa di perguruan tinggi (Birch dan Miller 2007; Crawford dan Cribb 2012).
Di Inggris dan di Amerika Serikat, anak yang telah mengambil gap year lebih mungkin untuk lulus dengan nilai rata-rata yang lebih tinggi daripada yang langsung melanjutkan ke perguruan tinggi (Crawford and Cribb 2012, Clagett 2013).
Agar gap year tak berakhir sia-sia, maka selama gap year Annisa menggunakan waktunya untuk eksplorasi diri dengan banyak pengalaman, serta belajar dengan tekun bersama tutor Zenius meski hanya satu arah.