Contoh Soal Literasi Bahasa Indonesia SNBT 2023, Calon Mahasiswa Cek

Kompas.com - 03/12/2022, 13:47 WIB
Ilustrasi siswa, tips mengerjakan soal literasi bahasa Indonesia di SNBT 2023. Dok: kalderanews.comIlustrasi siswa, tips mengerjakan soal literasi bahasa Indonesia di SNBT 2023.
|

KOMPAS.com - Jadwal pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK SNBT) 2023 sudah ditetapkan.

Seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN) yang dulunya disebut Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) ini akan mengujikan beberapa materi.

Meski materi yang diujikan cukup berbeda dengan SBMPTN 2022, namun tim persiapan Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru ( SNPMB) 2023 menyediakan laman khusus agar siswa bisa mengikuti simulasi.

Bagi calon mahasiswa yang ingin mencoba simulasi mengikuti UTBK SNBT bisa mencobanya di laman simulasi-tes.bppp.kemdikbud.go.id.

Baca juga: Tips Mengerjakan Soal Literasi Bahasa Indonesia di SNBT 2023

Contoh soal literasi bahasa Indonesia SNBT 2023

Kompas.com rangkumkan beberapa contoh soal untuk soal literasi bahasa Indonesia.

Untuk mengetahui kemampuan siswa, soal pada literasi bahasa Indonesia memang terdiri dari bacaan yang cukup panjang. Simak beberapa contoh soal literasi bahasa Indonesia berikut ini:

Pernyataan berikut ini untuk soal nomor 1 dan 2

Devide et impera menjadi salah satu senjata kongsi dagang Belanda (VOC) untuk menguasai Nusantara. Istilah ini berasal dari bahasa Spanyol yang kurang lebih artinya ‘belah dan kuasai’. Istilah ini merujuk pada sebuah strategi perang yang dikombinasikan dengan politik, ekonomi, dan sosial untuk menguasai sebuah wilayah atau kelompok. Cara ini bahkan dijadikan kebiasaan oleh VOC dalam hal politik, militer, dan ekonomi untuk melestarikan penjajahannya di Indonesia. Orientasinya adalah mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan menaklukkan raja-raja di Nusantara. Misalnya dalam kasus Kerajaan Mataram, posisinya semakin melemah karena terbagi menjadi empat wilayah terpisah.

Dalam konteks lain, devide et impera juga berarti mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat. Kondisi ini terasa sekali ketika kita didera pandemi Covid-19. Kita tak sadar bahwa pro kontra terhadap sebuah kebijakan publik misalnya, justru memperoleh panggung daripada upaya bersama untuk keluar dari pandemi ini. Kondisi di masyarakat saat itu seperti terkena “politik belah dan kuasai”. Ego “siapa kami” lebih mengemuka dibandingkan “inilah kita!”.

Media sosial menjadi ajang untuk mengaduk-aduk jejak digital masa kelam. Lantas, langkah yang sudah mulai ke depan kembali mundur. Upaya untuk membentuk imunitas komunal pun memperoleh hambatan justru di pusat kasus. Misalnya, hasil survei mencatat persentase warga DKI Jakarta yang menolak vaksinasi Covid-19 paling tinggi di Indonesia, yakni 33 persen. Kita patut merenungkan ucapan ahli virus, Faheem Younus, “Orang yang terpecah tidak bisa menang melawan virus yang bersatu.”

Page:
Close Ads X