Peserta didik diharapkan tidak lagi bergantung pada bimbel, orangtua pun diharapkan tak terbebani secara finansial.
Sementara, para guru bisa lebih fokus ke pembelajaran yang berotientasi pada penalaran mendalam, bukan memaksa siswa untuk menghafal.
"Dengan demikian skema seleksi ini akan jauh lebih adil dan memberikan kesempatan sukses kepada semua yang mengambil jalur seleksi nasional berdasarkan tes," kata Nadiem.
Adapun dengan dihapusnya tes mata pelajaran di SBMPTN, proses seleksi masuk perguruan tinggi jalur tersebut akan diganti dengan tes skolastik.
Menurut Nadiem, tes skolastik mampu mengukur kemampuan bernalar siswa, kemampuan potensi kognitif, logika, penalaran matematika, literasi dalam Bahasa Indonesia dan literasi dalam Bahasa Inggris.
Dia menerangkan, tes skolastik tidak berhubungan dengan penghafalan materi sebagaimana tes mata pelajaran.
Baca juga: Anies Bandingkan Dirinya Saat Menjadi Gubernur dengan Mendikbud Dulu, Perbedaannya..
Tes skolastik berkaitan dengan kemampuan bernalar, pemecahan masalah atau problem solving, dan potensi kognitif siswa.
Soal-soal yang berkaitan dengan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dalam tes skolastik pun bukan terkait teknik gramatikal, melainkan kemampuan memahami logika teks.
Nadiem yakin, peserta seleksi perguruan tinggi nantinya tidak akan terkejut dengan jenis pertanyaan dalam tes skolastik lantaran soal-soal tes tersebut mirip dengan asesmen nasional.
"Jadi semua pertanyaannya adalah mengenai mengerti logika dan bisa menganalisa suatu problem yang kontekstual," kata Mendikbud Ristek.