JAKARTA, KOMPAS.com - Kecurangan dalam Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Berbasis Tes (UTBK SNBT) 2025 banyak ditemukan pada peserta yang memilih program studi kedokteran. Mereka rela merogoh kocek hingga ratusan juta untuk membayar joki ujian.
"Satu kursi, bisa mencapai ratusan juta. Mayoritas ada di kedokteran. Mayoritas memilih prodi kedokteran," kata Ketua Panitia Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) 2025, Eduart Wolok di Gedung Kementerian Pendidikan Tinggi Sains Teknologi (Kemdiktisaintek), Jakarta pada Selasa (27/5/2025).
Temuan kecurangan tersebut terungkat berkat kesigapan panitia SNPMB dan pusat UTBK. Eduart mengatakan, pihaknya masih mendalami soal perputaran uang yang terjadi dalam praktek kecurangan UTBK SNBT 2025 tersebut.
"Nilai perputarannya kita belum ketahuan, tetapi memang sudah ada yang melaporkan untuk transaksi ya, terkait misalnya untuk prodi-prodi favorit itu bisa mencapai ratusan juta," ujar Eduart.
Adapun panitia SNPMB 2025 menemukan ratusan kecurangan dalam pelaksanaan UTBK SNBT 2025. Lokasi terjadinya kasus kecurangan tersebut juga tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
"Kalau total pelanggaran dari peserta itu di ratusan. Ya ada di ratusan. Tersebar (kasusnya). Ya daya upaya untuk melakukan kecurangan di pusat-pusat UTBK itu tersebar," kata Eduart.
Baca juga: Biaya UKT Termurah Jurusan Kedokteran di 15 PTN, Ini Rinciannya
Kasus-kasus kecurangan SNBT 2025 tercatat ada di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi bahkan di Papua. Ada berbagai modus kecurangan yang ditemukan seperti penyebaran soal, merekam layar komputer, dan bekerjasama mengerjakan soal SNTB 2025 dari luar lokasi tes.
"Kami mensinyalir saat ini itu ada kecurangan yang dalam bentuk jejaring dan terstruktur," tambah Eduart.
Eduart mengatakan, sanksi kasus-kasus kecurangan yang bersifat personal seperti membawa handphone saat ujian yakni langsung didiskualifikasi. Selain itu, kasus-kasus kecurangan yang bersifat jaringan dan terstruktur sudah diproses secara hukum.
"Kalau misalnya kemarin itu laporan resmi di Universitas Hasanuddin ya, itu udah kurang lebih ada 10 orang yang sudah diproses, bahkan sudah ada yang ditahan," lanjut Eduart.