KOMPAS.com – Sejak kecil, setiap orang bakal mengalami kegagalan dalam perjalanan hidupnya.
Misalnya saja tidak lolos Ujian Tulis Berbasis Komputer ( UTBK) ketika remaja. Keinginan yang telah diusahakan sekuat tenaga, tetapi tidak tercapai, bisa membuat mereka sedih dan kecewa.
Ketika dibiarkan berlarut-larut, perasaan tersebut bisa memicu stres dan mengganggu kualitas hidup. Inilah pentingnya membangun resiliensi.
Baca juga: 3 Cara Mendukung Anak yang Gagal UTBK, Jangan Dimarahi
Psikolog anak di Mykidz Clinic Gloria Siagian, M.Psi. menuturkan, membangun resiliensi bukan dilakukan ketika anak sudah gagal mencapai sesuatu, tetapi jauh sebelumnya.
“Orangtua perlu bantu anak untuk melihat secara logis pertarungan UTBK itu kayak gimana. Menurut saya, itu sebenarnya harus dilakukan bahkan sebelum anak UTBK,” ujar dia kepada Kompas.com, Minggu (1/6/2025).
Mengajak anak melihat realita dari UTBK bukan bertujuan untuk mematikan api semangat anak untuk mengikuti UTBK dan mengejar mimpinya.
Cara tersebut justru membantu anak memahami bahwa tidak semua hal yang dilakukan berada di bawah kontrolnya.
“Anak boleh habis-habisan dan berusaha sekuat tenaganya, tapi dia juga tahu ada hal lain yang sebenarnya tidak di bawah kontrolnya. Ini harus dibicarakan sebelum mereka bertempur untuk UTBK,” kata perempuan yang akrab disapa Anggi.
Jadi, ketika hasil UTBK tidak sesuai dengan yang diharapkan, anak tidak terlalu terpuruk dalam kesedihan dan kekecewaannya.
Orangtua pun jadi lebih mudah dalam memvalidasi perasaan sang anak dan mengapresiasi usaha mereka.