Oleh karenanya, ia mewanti-wanti agar tidak sembarangan daftar ke universitas yang saat ini masih membuka penerimaan jika ilmu yang dicari tidak ada.
"Bukan asal daftar kemana yang masih buka. Kalau jurusan yang dicari juga tidak ada disana, jangn asal," jelas Ina.
Tetapi, jika ilmu yang dicari sudah sesuai dan pilihan universitas juga dianggap telah pas, Ina menyarankan untuk memperjuangkan pilihan tersebut.
Baca juga: Sertifikat UTBK SBMPTN Bisa untuk Daftar Jalur Mandiri PTN atau PTS
Berbeda halnya jika siswa masih ragu dan belum menemukan jati diri setelah gagal dalam SBMPTN 2020 kemarin.
"Tapi kalau masih ragu, belum menemukan jati diri, tidak ada salahnya ambil gap year (jarak satu tahun), tapi bukan nganggur. Isi dengan program-program singkat untuk menggali minat dan potensi diri sesungguhnya," ujar Ina.
"Bisa juga ikut kegiatan volunteer. Siapa tahu malah menemukan panggilannya. Malah lebih mantap menentukan pilihan di tahun depan," sambung dia.
Senada dengan Ina Liem, pengamat pendidikan Doni Koesoema juga menyatakan hal yang sama.
Menurutnya, babak baru setelah gagal di SBMPTN 2020 tergantung dari individu masing-masing anak serta kemampuan orangtua.
"Karena setelah jalur SBMPTN, hanya tersedia jalur mandiri, atau ke perguruan tinggi swasta. Dan ini biasanya membutuhkan biaya besar," kata Doni saat dihubungi pada hari yang sama.
Doni menyampaikan, dengan mengambil pilihan menganggur satu tahun tanpa melakukan apa-apa demi menunggu SBMPTN di tahun berikutnya akan merugikan individu tersebut.
Oleh karena itu, ia menyarankan kepada siswa untuk realistis.
"Dia (siswa) mau menjadi apa, dan universitas mana yang masih bisa ia masuki sesuai dengan kondisi ekonomi orangtua," jelas dia.
Apabila kondisi orangtua tidak memungkinkan untuk membiayai, individu tersebut dapat berusaha bekerja sembari mempersiapkan SBMPTN tahun depan.