"Mentalitas jalan pintas yang tumbuh karena sistem yang selama puluhan tahun terlalu fokus pada angka dan nilai semata," ujar Ina.
Dia mengatakan bahwa paradigma pendidikan di Indonesia telah lama terjebak dalam praktik "teaching to the test".
"(Yaitu) di mana keberhasilan siswa diukur semata-mata dari skor, bukan dari kompetensi nyata atau integritas personal," jelasnya.
Baca juga: Beasiswa Adaro Foundation 2025 Masih Buka, Raih Rp 850.000 Per Bulan
Ina berpendapat bahwa pendekatan belajar ini justru akan diperkuat lagi dengan kebijakan Kemendikdasmen yang menambah Tes Kemampuan Akademik (TKA) dalam seleksi masuk perguruan tinggi.
Padahal, menurutnya, kurikulum Merdeka sudah menawarkan alternatif yang lebih relevan dengan tantangan Industri 4.0, yakni melalui pembelajaran berbasis proyek, kolaboratif, dan kontekstual.
"Memang betul banyak guru belum siap. Tapi perkembangan industri tidak menunggu guru siap. Justru kita yang harus berlari mengikuti perkembangan zaman demi anak-anak kita," ujar dia.
"Jika kita ingin membentuk SDM unggul, pembenahan harus dimulai dari cara kita mendefinisikan makna 'berprestasi'. Bukan sekadar siapa yang lulus tes, tapi siapa yang mampu berpikir kritis, bekerja sama, dan menjunjung integritas," terang Ina.
Dirinya mengatakan bahwa akibat dari sistem pendidikan yang terlalu lama terjebak pada mentalitas nilai dan tes sudah terlihat nyata, yakni melalui fakta bahwa 9,9 juta Gen Z menganggur.
"Mereka tidak hanya kalah dalam persaingan domestik, tapi juga kesulitan bersaing dengan SDM global yang dibentuk melalui sistem yang lebih adaptif, kontekstual, dan berorientasi pada kompetensi nyata," terang Ina.
Menurutnya, fenomena kecurangan UTBK menjadi alarm serius bahwa pendekatan pendidikan harus dirombak secara fundamental.